Pemkab Abaikan Sang Deklarator Aceh Jaya

Adnan NS bersama Bupati Teuku Irfan Tb saat mengunjungi lokasi berdirinya monumen Deklarator Kabupaten Aceh Jaya.
PENGAWAL|ACEH JAYA |Hari itu Rabu, 15 September 1999. 20 tahun silam pemekaran Kabupaten Aceh Jaya dideklarasikan. Deklarasi itu digelinding di rumah H. Syamsunan Mahmud, salah satu sesepuh Aceh Jaya, di Jalan Pattimura 100, Blower(Sukaramai), Kota Banda Aceh.

Pada keheningan malam tersebut, Adnan NS terpilih sebagai ketua pemekaran. Disusul dengan pembentukan pengurus lengkap dan rencana kerjanya di kediaman Azwar Thaib.

Cerita disampaikan tokoh sepuh Syamsunan, pengurus lengkap pemekaran kabupaten tersebut, bekerja selama 2, 7 tahun. Kala itu konflik tengah berkecamuk di Aceh.

Syamsunan juga mengatakan, terkait ditundanya peletakan batu pertama itu, besok, Minggu 15 September 2019, tepat 20 tahun pada masa lampau dimana para deklarator bekerja dengan segala kemampuan menjadikan Aceh Jaya sebagai kabupaten. Itu hari yang  menurut saya berarti, ucapnya.

Alhamdulilah dengan segala susah payah, kita berhasil lakukan deklarasi kabupaten Aceh Jaya. Akan tetapi, sekarang payah susah kita untuk hari bermakna itu supaya dikenang masyarakat, karena namanya saja sudah Aceh Jaya. Di Aceh ini, hanya dua nama kabupaten yang hebat, Aceh Besar dan Aceh Jaya, satu besar satu jaya, ujar Syamsunan sambil tertawa kecil.

Sebenarnya, potensi di Aceh Jaya itu tidak kalah dengan potensi dari kabupaten induknya Aceh Barat. Bahwa Aceh Jaya itu nantinya akan menjadi aliran gas dari Siemeulu, Meulaboh ke Calang menurut yang saya ketahui, sebutnya.

Sepuh Aceh Jaya berharap, pemerintah kabupaten bisa akomodasi hari sakral itu, karena perjuangan kala itu benar-benar beresiko. Ada yang setuju, dan tidak setuju lahirlah satu kabupaten berasal dari induk Aceh Barat, yaitu Kabupaten Aceh Jaya, tanggal 10 April 2002, sesuai UU 4/2002. Hari itu pula UU tersebut sah masuk dalam lembaran negara," kenang Syamsunan Mahmud, mantan dirut Bank Aceh.

"Pada masa itu, dari kabupaten induk Aceh Barat melahirkan "si kembar" bernama Aceh Jaya dan Kabupaten Nagan Raya melalui "rahim" yang sama UU 4/2002," kata dia, 14 September 2019.

Terpisah, satu tokoh Aceh Jaya lainnya, Azwar Umri, putra Calang, mantan plt Bupati Abdya itu menuturkan, yang paling baik, sebuah bangsa besar harus mengingat jasa-jasa yang pernah berjasa untuk Aceh Jaya. Kegiatan itu nantinya bukan hanya sebuah seremoni saja untuk para deklarator Kabupaten Aceh Jaya dan itu harus dilakukan demi generasi kita.

"Apapun itu, untuk yang akan datang anak cucu kita harus mengetahui sejarah dalam sebuah nilai histori. Jadi adanya kegiatan Itu harus kita laksanakan walaupun ditunda, dan diharapkan jangan terlalu lama lah," tuturnya.

Karena hal itu adalah sebuah akumulasi masa lampau, saat ini, dan akan datang dari Aceh Jaya yang perlu diketahui oleh penerus kita. Itu harus jelas, ucap Azwar.

Dia berharap, bila ditunda itu tidak terlalu lama. Alasannya, jangan asal-asalan dalam pelaksanaannya. Bahwa ini sangat penting, tambahnya.

Informasi yang diperoleh, masa proses pemekaran Kabupaten Aceh Jaya tanpa alamat kendali operasional secara permanen guna  mencegah class action dengan kelompok yang berbeda ideologi. Pasalnya, kelompok itu tidak berkenan kabupaten ini lahir.

Guna menghindari sasaran peluru tajam sekaligus mencegah aksi pemboman, konon, mereka harus melakukan rapat secara sembunyi-sembunyi. Boleh dikata, prosesnya secara bergeriliya. Dari  tempat penyelengara yang satu, hingga berpindah-pindah ke sudut Kota Banda Aceh lainnya.

"Langkah ini dilakukan bukan tanpa alasan. Konon ceritanya, sejak awal Ketua Panitia Adnan NS, sudah menerima surat ancaman dalam bahasa Aceh dari komandan lapangan GAM Meureuhom Daya. Tetapi bukan hanya itu saja, rumah kediaman Adnan, di Desa Lamlagang, Banda Aceh, diteror dengan cara didatangi berkali-kali oleh kelompok GAM, yang sekarang "menjelma" nama KPA."

Selain rumah ketua pemekaran turut digedor berkali-kali, pihak GAM kala itu turut meminta bantuan dana operasional untuk perjuangan, dan meminta dibekali sepucuk senjata api jenis AK-47. Dengan harga saat itu mencapai  Rp50 juta.

Bila saja, masa itu mereka berhenti memperjuangkan pemekaran ini, maka tidak akan ada kabupaten ini. Apalagi pada masa itu perjuangan mereka, para panitia pemekaran Kabupaten Aceh Jaya berada dalam ancaman.

Panitia diultimatum harus dibubarkan, bila nyawa ingin selamat. Ancaman datang dari pihak-pihak yang tidak setuju.

Selain itu, masa genting terjadi di penghujung tahun 2001. Saat itu Presiden Gusdur memberlakukan  masa jeda. GAM bebas berkeliaran. Surat dukungan pemekaran dari Kecamatan Krueng Sabee dan Jaya, sudah dirampas. Aceh Jaya nyaris tak lahir. Begitu kisah sekelumit perjuangan  pemekaran Aceh Jaya yang kini hampa.(***)